Entri Populer

Senin, 07 Januari 2013

budaya organisasi RISMA_JT



  1. Pengertian budaya organisasi.
Glaser dalam (Kreitner dan Kinicki, 2005) menyatakan bahwa budaya organisasi seringkali digambarkan dalam arti yang dimiliki bersama. Pola-pola dari kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual dan mitos-mitos yang berkembang dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan organisasi. Beraneka ragamnya bentuk organisasi atau perusahaan, tentunya mempunyai budaya yang berbeda-beda hal ini wajar karena lingkungan organisasinya berbeda-beda pula misalnya perusahaan jasa, manufaktur dan trading.
Menurut Nawawi (2003) yang dikutip dari Cushway B dan Lodge D, hubungan budaya dengan budaya organisasi, bahwa “budaya organisasi adalah suatu kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi falsafah utama yang dipegang teguh oleh anggota organisasi dalam menjalankan atau mengoperasionalkan kegiatan organisasi”. Sedangkan Nawawi (2003) yang dikutip dari Schemerhom, Hurn dan Osborn, mengatakan “budaya organisasi adalah suatu sistem penyebaran keyakinan dan nilai-nilai yang dikembangkan di dalam suatu organisasi sebagai pedoman perilaku anggotanya”.
Menurut Moorhead dan Ricky (1999), memberikan definisi budaya merupakan kumpulan nilai-nilai yang membantu anggota organisasi memahami tindakan yang dapat diterima dan mana yang tidak dapat diterima dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut biasanya dikomunikasikan melalui cerita-cerita atau simbol-simbol lain yang mempunyai arti tertentu bagi organisasi.
Menurut Triguno (2000), bahwa “budaya organisasi adalah campuran nilai-nilai kepercayaan dan norma-norma yang ditetapkan sebagai pola perilaku dalam suatu organisasi.
Dari berbagai definisi budaya organisasi yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya perusahaan adalah sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota perusahaan dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dapat dijadikan acuan berperilaku dalam perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.1
  1. Konsep budaya organisasi.
Dewasa ini telah semakin meningkat perhatian terhadap peranan tindakan manusia dan perilaku simboliknya dalam studi organisasi. Peilaku simbolik dianggap penting, namun tidak ada penjelasannya dalam model rasional yang menitikberatkan pada struktur dan adaptasi lingkungan. Pengakuan ini meningkatkan daya tarik pendekatan subyektif. Orang-orang perlu menghayati organisasi agar tahu bagaimana bersikap atas setiap informasi mengenai organisasi tersebut. sebuah organisasi tidak sekadar obyek penelitian, organisasi adalah kegiatan berusaha (enterprise) manusia.perilaku organisasi mendorong perubahan ke arah subjektivisme dan konsep budaya. Pandangan subyektif mengenai realitas dan sifat manusia disebut perspektif interpretif. Perspektif ini tetap berpendapat bahwa dunia sosial tidak eksis dalam pengertian yang konkret. Aliran pemikiran subyektifisme yang relevan meliputi hermeneutika, etno metodologi, fenomenologi, dan interaksionisme simbolik. Bila orang berbicara mengenai suatu organisasi sebagai “sebuah masyarakat tesendiri”, mereka berada pada gagasan yang dikonstruksi. Poin utama kita di sini adalah bahwa istilah “budaya” berlaku sebagai perangsang pikiran dan sebagai sebuah sauh, mirip dengan peranan istilah “sistem” dalam teori-teori obyektif.
Menurut smircich dan calas, budaya dapat diuji sebagai sebuah variabel. Budaya adalah sesuatu yang dibawa masuk kedalam organisasi. Secara umum, bila orang-orang berinteraksi selama beberapa waktu, mereka membentuk suatu budaya. Setiap organisasi memiliki satu budaya atau lebih yang memuat perilaku yang diharapkan tertuls atau tidak tertulis. Gagasan bahwa sebuah organisasi “seperti suatu budaya” menarik pehatian penganut perspekif fungsionalis (obyektif) dan interpretif (subyekif). Tetapi kita akan menyoroti pandangan kaum subyektif dalam proses komunikasi dan pembenukan pemahaman para anggota, seorang interpretivs akan lebih tertarik pada bagaimana kisah diceritakan, siapa yang menceritakan dan apa makna kisah itu bagi para anggota organisasi.


  1. Budaya organisasi sebagai pembentukan pemahaman.

Bila budaya harus menjadi sesuatu yang lebih dari pada unsur (variabel) lain yang diterapkan pada cara berpikir tradisional (obyektif), perlu memusatkan pada analisis “makna” dan analisis kultural organisasi. Mereka menciptakan budaya dan memahaminya melalui interaksi. Kehidupan organisasi (realitas) tinggal bersama-sama secara komunikatif.2


  1. Budaya organisasi di RISMA.
Remaja islam masjid agung jawa tengah biasa dikenal dengan sebutan (RISMA-JT). Ini merupakan suatu organisasi yang berbasis islam tentunya. Setiap orang bisa ikut bergabung menjadi anggota, karena disini kalangannya untuk umum, dari pelajar, mahasiswa, dan juga pekerja. Namun harus ikut masa perekrutan terlebih dahulu. Disini saya akan membahas budaya yang ada pada RISMA.
Sebenarnya RISMA mempunyai suatu program unggulan dari mulai mingguan sampai bulanan. Mingguan (maulidan) pada hari rabu malam kamis dimulai habis ba’da isya’ tempatnya dikantor RISMA, (pencak silat) tiap minggu pagi, bulanan (pengajian) setiap malam ahad wage bersama habib umar al-muthahar dan (safari silaturahmi) setiap minggu ke satu. Disini saya akan membahas budaya bulanan yang safari silaturahmi. Hal ini sangat cocok sekali dibahas pada budaya organisasi karena safari silaturahmi ini pada sebelumnya belum pernah saya temui dalam organisasi remaja pada umumnya. Safari silaturahmi yaitu suatu kegiatan bulanan yang sudah menjadi tradisi, adat, ataupun kebiasaan pada RISMA. Safari dilakukan tiap sebulan sekali secara bergiliran dari satu rumah ke rumah anggota risma, biasanya temen-temen risma sudah mem boking terlebih dahulu untuk safari ini. Hal ini dilakukan sebagai upaya mempererat hubungan kekeluargaan antara anggota risma. Tentu saja pada safari ini tidak hanya berkunjungan belaka, namun dalam suatu pertemuan itu membahas banyak hal, seperti suatu agenda terdekat risma, sharing dan sebagainya.

1 htp://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/teori-budaya-organisasi/

2 H. Syaiful ‘rohim, M.Si. “teori komunikasi”jakrarta : PT rineka cipta hal 125-127

Tidak ada komentar:

Posting Komentar