Rancangan Undang-Undang tersebut mempunyai cakupan yang terkait dalam aspek kenegaraan seperti pembuatan nota kesepakatan, dokumen resmi negara, surat resmi, pidato kenegaraan, pengantar pendidikan, pertemuan formal, nama lembaga pemerintah / swasta, geografi karya ilmiah, nota kesepahaman dalam dan luar negeri.
Cakupan lainnya meliputi nama bangunan, kawasan permukiman, informasi petunjuk produk, iklan juga akan diatur menggunakan bahasa Indonesia. Terkecuali yang merupakan lisensi dari luar. Demikian juga dengan papan petunjuk, slogan, petunjuk lalu lintas.
Rancangan perundangan itu juga akan mengatur penguasaan bahasa Indonesia bagi orang asing dan pengantar seleksi tenaga kerja (Kompas, 22/8).
Bahasa Indonesia itu penting diatur oleh Undang-Undang dikarenakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
1. Bila bahasa Indonesia tidak diatur oleh Undang-Undang, masyarakat akan seenaknya menggunakan bahasa yang mereka anggap itu gaul
2. Penggunaan bahasa Indonesia yang baku harus digunakan pada situasi formal
Menurut saya, sanksi-sanksi yang harus diberlakukan oleh Undang-Undang yaitu ada dua jenis di antaranya:
1. Sanksi ringan
• Tidak boleh berbicara selama satu hari
• Membayar denda sekitar Rp 20.0000.000,00
2. Sanksi berat
Hukuman penjara selama 3,5 tahun
Mengatur penggunaan bahasa merupakan hal yang sangat sulit dikarenakan beberapa faktor yaitu, yang pertama dialek daerah masing-masing yang sangat melekat tiap individu dan yang sekarang tengah berkembang di Indonesia adalah penggunaan bahasa gaul. Sulitnya melepaskan cara berbahasa ini diikuti dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar maka akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mengimplementasikan Undang-Undang Kebahasaan ini dalam masyarakat.
Maka menurut saya sebaiknya tujuan pemerintah untuk mengatur penggunaan bahasa ini dimulai dari hal-hal yang sederhana, misalnya memulai penggunaan bahasa Indonesia yang baku dalam lingkungan pendidikan dimulai dari tingkat pendidikan yang rendah. Saya maksudkan di sini, kita melihat bahwa dalam lingkungan kampus mahasiswa yang menggunakan bahasa Indonesia yang baku sangat jarang bahkan tidak ada, oleh sebab itu Undang-Undang Kebahasaan ini sebaiknya mulai diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan.
Perlu ditekankan pada pemerintah bila ingin membuat Undang-Undang Kebahasaan yaitu Pemerintah sendiri pun harus mengubah bahasanya bila ingin membentuk Rancangan Undang-Undang Kebahasaan. Jangan sampai pemerintah malah menghancurkan bahasa Indonesia.
Pemerintah pun harus konsekuen terhadap Undang-Undang ini. Bagaimana tidak, apa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini tidak berjalan lancar. Undang-Undang Kebahasaan yang di rancang dari bulan Agustus ternyata belum kelar-kelar. Eh... pemerintah malah membuat Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Guru. Memang sih tidak masuk akal dimasukkan di sini.
Menurut saya yang penting didahulukan yaitu Undang-Undang Kebahasaan jadi saya mengnginkan pemerintah bahwa pemerintah harus selalu mengerjakan pekerjaan yang belum selesai terpecahkan sebab bila ditunda-tunda lagi penggunaan bahasa Indonenglish akan semakin marak atau akan semakin banyak yang sering menggunakannya.
Apa akibat penyalahgunaan EYD dalam penggunaan bahasa indonesia?
Jawaban Terbaik - Dipilih oleh Suara Terbanyak
Maksud
"penyalahgunaan" disini apakah kesengjaan atau ketidaksengajaan?
Kalau kesengajan, kalau dia orang Indonesia, berarti tidak menghargai bahasanya dan tidak bangga sebagai orang Indonesia. Perlu dipertanyakan..
Tapi kalau kesengajaan dalam membuat pesan singkat, itu bisa "dimaklumi" meskipun dulu pernah diberitakan bahwa Pusat Studi Bahasa Indonesia keberatan dengan penyalahgunaan itu. Tapi, mau apa lagi, kita kan ingin irit pulsa, hehe...
Atau pun kesengajaan untuk membuat orang lain tertawa, saya pikir itu masih bisa dibenarkan sepanjang dalam batas-batas kewajaran.
Akibat dari penyalahgunaan EYD adalah:
arti kata menjadi rancu, ambigo, dan tidak nyambung.
Contoh (dalam SMS):
mkn, bisa berarti "makan" atau "makin"
skl, bisa berarti "sekolah" atau "sekali"
Kadang2 kita ingin agak "keren" tapi malah jadi beda arti:
Contoh kalimat:
Silahkan dikerjain tugasnya!
Maksudnya "dikerjakan", tapi ketika menggunkan kata "dikerjain" menjadi mempunyai arti berbeda, dan tidak nyambung.
Kalau kesengajan, kalau dia orang Indonesia, berarti tidak menghargai bahasanya dan tidak bangga sebagai orang Indonesia. Perlu dipertanyakan..
Tapi kalau kesengajaan dalam membuat pesan singkat, itu bisa "dimaklumi" meskipun dulu pernah diberitakan bahwa Pusat Studi Bahasa Indonesia keberatan dengan penyalahgunaan itu. Tapi, mau apa lagi, kita kan ingin irit pulsa, hehe...
Atau pun kesengajaan untuk membuat orang lain tertawa, saya pikir itu masih bisa dibenarkan sepanjang dalam batas-batas kewajaran.
Akibat dari penyalahgunaan EYD adalah:
arti kata menjadi rancu, ambigo, dan tidak nyambung.
Contoh (dalam SMS):
mkn, bisa berarti "makan" atau "makin"
skl, bisa berarti "sekolah" atau "sekali"
Kadang2 kita ingin agak "keren" tapi malah jadi beda arti:
Contoh kalimat:
Silahkan dikerjain tugasnya!
Maksudnya "dikerjakan", tapi ketika menggunkan kata "dikerjain" menjadi mempunyai arti berbeda, dan tidak nyambung.
Undang-Undang Bahasa
KOMPAS.com – Sejak 9 Juli 2009 keberadaan dan penggunaan bahasa
Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang
”Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan”. (Penggunaan kata
sambung dalam judul undang-undang itu sendiri mungkin bisa dibahas pada
kesempatan lain.)
Undang-undang ini, yang antara lain berdasarkan niat memperkuat
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, menjaga kehormatan dan menunjukkan
kedaulatan bangsa dan negara, serta menciptakan ketertiban, kepastian, dan
standardisasi penggunaan bahasa, saya kira patut kita sambut dengan gembira dan
semangat. Bahasa Indonesia dalam undang-undang ini disebut berfungsi sebagai
jati diri bangsa dan kebanggaan nasional; juga dikukuhkan sebagai bahasa resmi
NKRI.
Dengan demikian, bahasa Indonesia ”wajib” digunakan dalam pidato resmi
para pejabat negara, ”wajib” digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan
nasional, ”wajib” digunakan dalam pelayanan administrasi, ”wajib” digunakan
dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta, dan ”wajib”
digunakan dalam informasi tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri
atau luar negeri yang beredar di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga ”wajib” digunakan untuk penunjuk jalan, fasilitas
umum dan rambu umum, serta ”wajib” digunakan dalam informasi yang disampaikan
melalui media massa. Pemerintah pun ”wajib” mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra Indonesia.
Sampai di sini semua terdengar baik-baik saja, walau bagian yang
membahas bahasa dalam undang-undang ini kalah rinci dibandingkan dengan bagian
yang membahas Sang Merah Putih, ”Indonesia Raya”, atau Garuda Pancasila dengan
semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika”. Bendera Indonesia disebut harus dinaikkan dan
diturunkan dengan khidmat (sambil hadirin memberi hormat).
Ada ketentuan khusus tentang penempatan bendera ini jika ada sejumlah bendera
dari negara lain pada kesempatan yang sama. Begitu pula dengan lambang negara.
Ketentuan yang mengiringi lagu kebangsaan juga banyak.
Khusus untuk bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan,
undang-undang ini menyampaikan sejumlah ”larangan” yang perlu diperhatikan
masyarakat. Jika larangan itu diabaikan, undang-undang ini mencantumkan daftar
”ketentuan pidana”.
Ketentuan pidana ini tak berlaku untuk penggunaan bahasa. Ancaman
pidananya tidaklah ringan. Setiap warga yang menghina Sang Merah Putih harus
siap dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 500
juta. Ketentuan yang sama berlaku untuk yang bertindak dengan kurang hormat
terhadap lambang negara dan lagu kebangsaan.
Sayang sekali, tak ada larangan ataupun ancaman pidana untuk orang atau
perusahaan yang memakai bahasa Indonesia tak sesuai dengan undang-undang ini.
Maka, kata wajib saya lengkapi dengan tanda kutip di atas sebab wajib di situ
tak sesuai dengan KBBI: ’harus dilakukan, tidak boleh tidak dilaksanakan’. Bisa
juga kewajiban ini dilengkapi dengan sejumlah pengecualian yang akan membuat
undang-undang ini tak kena sasaran berhubungan dengan bahasa.
Harapan saya, penyalahgunaan bahasa pada kesempatan tertentu juga
diancam dengan denda atau penjara. Maka, perusahaan yang ngotot menyebut
produknya sebagai body wash daripada sabun akan saya laporkan.
Pengembang perumahan yang bersikeras menyebut hasilnya sebagai Green
Oasis daripada Wahah Hijau akan saya seret ke polisi juga. Cuma, takutnya
kantor polisi terdekat masih hanya dilengkapi dengan tulisan Police.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar